13/06/11

PESTA GOL BATAREA VS BONEK

PSBI Ganjal Persebaya                                LIVE janiba GOR PMDG PDF Print E-mail
Ditulis oleh batareans
monday,13 june 2011
 psbi vs persebaya
PSBI berhasil mengganjal Persebaya dengan skor 2-0 di Stadion janiba  GOR PMDG. Sebelumnya pada laga tandang PSBI di samping DP, Hamim,masrur musa,masrur roziki,Silvin deengan keeper justin bebek  .berhasil mencuri point penuh meski hanya mampu melesakkan 2 gol tanpa balas. Pada pertandingan home kali ini,

Pertandingan mengalir cukup keras, wasit pun terpaksa mengeluarkan kartu merah bagi kedua kesebalasan setelah terjadi adu jotos antar pemain.  Hakim garis tidak luput dari amukan pemain ketika dirasa kurang adil dalam memutuskan posisi offside. Entahlah mana yang benar yang jelas 2 gol tuan rumah yakni PSBI dianulir karenanya. Demikian juga ketika gol kedua bagi PSBI saat Hamim dan Masrur  striker andalannya menjebol gawang persebaya, wasit sempat dikejar-kejar pemain persebaya sebagai protes karena keeper persebaya merasa dilanggar sebelum bola masuk ke gawang persebaya. Kericuhan tak bisa dielakkan lagi, tapi pertandingan berhasil dituntaskan selama 90 menit.Dan PSBI berhasil memenangi pertandingan setelah benar-benar berjuang keras didepan pendukung setianya Laskar Singolodro!
 
 
we're BROTHER






10/06/11

BATAREA FAMILY


  •     






  •                                    KONSULAT BLITAR










































    Karnaval 2010 PDF Print E-mail
    Ditulis oleh zuhair aviv
    karnaval 2010
    Agenda rutin tujuhbelasan di Kota Blitar dengan pungkasan karnaval, sudah menjadi ajang unjuk gigi dari seluruh elemen masyarakat Kota Blitar. Khusus untuk acara karnaval, justru masyarakat Kabupaten Blitar yang lebih antusias menonton. Boleh dibilang, peserta karnaval adalah warga kota sementara penontonnya adalah warga kabupaten. Sungguh ada keharmonisan yang apik bagi masyarakat Blitaraya.

    Sayangnya, pada karnaval akhir-akhir ini, penonton sangat membludak tapi tidak diiringi dengan ketertiban, sehingga karnaval yang seharusnya mampu mempertontonkan atraksi masing-masing peserta, ternyata untuk sekedar jalan melintasi jalur yang telah ditentukan panitia sudah sangat kesulitan karena saking banyaknya penonton yang memadati jalan-jalan protokol.

    Akibatnya, karnaval khususnya yang diselenggarakan tahun ini hampir tidak dapat menunjukkan kebolehan masing-masing peserta, karena waktu dan tenaga habis untuk mengatur atau menertibkan penonton.

    penontonUntuk jalur yang akan dilewati peserta karnaval sebenarnya membutuhkan ruang kosong minimal 4 meter, namun penonton hanya memberinya 1-2 meter. Tak ayal lagi, baik penonton maupun peserta karnaval lelah hanya karena menunggu untuk sekedar bisa jalan, tidak peduli lagi bisa mempertontonkan atraksi atau tidak, yang penting segera lolos dari jebakan kerumuman penonton yang benar-benar luar biasa banyaknya.

    Mungkin untuk kedepannya, keberadaan penonton tersebut perlu mendapat perhatian lebih lagi. Mengingat karnaval sudah menjadi tontonan yang menyegarkan setelah warga jenuh dengan sinetron, gosip, berita politik dan lain sebagainya dari televisi, alangkah baiknya kemasan karnaval untuk tahun mendatang dibuat lebih bagus lagi.

    Untuk menertibkan penonton agar tidak memenuhi jalan protokol, mungkin bisa memanfaatkan anak-anak sekolah khususnya pramuka atau PMR untuk dengan suka rela menjadi pagar betis di pinggir jalan lintasan karnaval. Sehingga karnaval bisa maksimal berjalan sekaligus beratraksi sebagaimana mestinya. Karena seperti yang nampak pada karnaval tahun ini, yang menjaga ketertiban penonton masih sangat minim.

    Atau mungkin akan muncul kreator 'gila' dari Blitar yang akan mengemas karnaval sedemikian rupa sehingga mampu menambah nilai jual atau daya tarik tersendiri. Nampak sekali bila dilihat dari antusias penonton yang demikian banyak, pemerintah bersama seniman atau pihak yang berkompeten lainnya untuk bersama-sama memberikan sedikit waktu, tenaga dan pikiran guna mengemas segala hal yang berhubungan dengan seni pertunjukkan agar lebih dari yang itu-itu saja.

    Tapi entahlah...

    Seberapa penting itu, dan seberapa besar animo pemerintah untuk menggulowentahnya tentu banyak prioritas dan kepentingan lain yang menjadi pertimbangan.

    Semoga ada pihak-pihak yang terketuk hatinya untuk BERTINDAK mejadikan Blitar makin cantik dis egala bidang.

    @@@

    Candi Penataran PDF Print E-mail
    Ditulis oleh kimung   
    Sunday, 21 September 2008
    Image
    Senja di Penataran
    Candi Panataran adalah sebuah candi berlatar belakang Hindu (Siwaitis) yang mulai dibangun dari kerajaan Kadiri dan dipergunakan sampai dengan kerajaan Majapahit. Candi Penataran terdiri atas beberapa gugusan sehingga lebih tepat kalau disebut komplek percandian yang melambangkan penataan pemerintahan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa Timur dan Kompleks candi ini merupakan yang terbesar di Jawa Timur. Candi Penataran terdaftar dalam laporan Dinas Purbakala tahun 1914 - 1915 nomor 2045 dan catatan Verbeek nomor 563
    A. LOKASI
    Lokasi bangunan terletak di lereng barat daya Gunung Kelud pada ketinggian 450 m dpl (di atas permukaan air laut), di suatu desa yang juga bernama Panataran, kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Untuk sampai di lokasi percandian dapat di tempuh dari pusat kota Blitar ke arah utara yaitu kearah jurusan Makam Proklamator Bung Karno. Jarak dari kota sampai lokasi diperkirakan 12 km, jalan mulus beraspal dan dapat ditempuh dengan berbagai jenis kendaraan. Setelah perjalanan mencapai 10 km dari kota Blitar, maka sampailah di pasar Nglegok, kemudian terus sampai pasar desa Panataran. Dari sini jalan bercabang dua, yaitu belok ke kanan menuju desa Modangan sedangkan yang belok kekiri (ke arah barat) menuju ke lokasi percandian jaraknya tinggal sekitar 300 m.
    B. SUSUNAN UMUM KOMPLEK PERCANDIAN
    Secara garis besarnya susunan umum komplek Candi Penataran menempati areal tanah seluas 12.946 m2 dengan bangunan candi berjajar dari barat laut ke timur kemudian berlanjut ke bagian tenggara. Seluruh halaman komplek percandian kecuali halaman yang berada di bagian tenggara di bagi-bagi (disekat) oleh dua jalur dinding yang melintang dari arah utara ke selatan sehingga membagi halaman komplek percandian menjadi tiga bagian yaitu halaman A untuk halaman I, halaman B untuk halaman II, dan halaman C untuk halaman III. Pembagian halaman komplek percandian menjadi tiga bagian adalah berakar pada kepercayaan lama nenek moyang kita. Sebagian dapat diamati oleh peta situasi, halaman B masih di bagi lagi oleh dinding yang membujur arah timur - barat sehingga membagi halaman B menjadi dua bagian. Apakah halaman B ini dahulu tertutup oleh tembok keliling belum di ketahui dengan pasti sebab kini yang tinggal hanya pondasi - pondasinya saja. Begitu juga tembok keliling komplek percandian sudah sejak lama runtuh, yang nampak sekarang adalah bagian pagar tanaman hidup yang berfungsi sebagai batas pagar keliling. Tembok keliling dan dinding penyekat terbuat dari bahan bata merah, sehingga karena perjalanan waktu yang cukup lama menyebabkan keruntuhannya.
    Susunan komplek percandian Penataran memang menarik karena letak bangunan yang satu dengan yang lain berhadap-hadapan terus ke belakang yang sepintas kelihatannya agak membingungkan. Susunan bangunan mirip dengan susunan bangunan pura yang ada di Bali. Dalam susunan seperti ini di bagian halaman yang terletak paling belakang adalah yang paling suci karena di sini terdapat bangunan pusatnya atau bangunan induknya. Juga di Bali tempat bagi dewa - dewa berada di bagian candi yang paling belakang yakni bagian yang paling dekat dengan gunung. Di Jawa Timur perwujudan dalam bentuk bangunan berupa bangunan candi yang berteras-teras dengan susunan makin ke atas makin kecil yang di sebut punden berundak. Pintu masuk ke halaman komplek percandian yang sementara ini juga berfungsi sebagai pintu keluar terletak di bagian barat. Dengan menuruni tangga masuk yang berupa undak-undakan (tangga) sampailah kita di ruang tunggu tempat pengunjung mendaftarkan diri sebelum masuk halaman komplek percandian.  Disini terdapat dua buah arca penjaga pintu (Dwaraphala) yang di kalangan masyarakat Blitar di kenal dengan sebutan “Mbah Bodo” yang menarik dari kedua arca penjaga ini bukan karena ukurannya yang besar dan wajahnya yang menakutkan (daemonis) tetapi pahatan angka tahun tertulis dalam huruf Jawa Kuno: tahun 1242 Saka atau kalau di jadikan mesehi (ditambah 78 Tahun) menjadi 1320 Masehi
    Image
    Dwaraphala (Mbah Bodo)
    Berdasarkan pahatan angka tahun yang terdapat pada kedua lapik arca penjaga tersebut para Arkeolog berpendapat bahwa bangunan suci Pala (nama lain untuk candi penataran) di resmikan menjadi kuil negara (state temple) baru pada jaman Raja Jayanegara dari Majapahit yang memerintah pada tahun 1309 - 1328 AD. Di sebelah timur kedua arca penjaga di tempat yang tanahnya agak tinggi terdapat sisa-sisa pintu gerbang dari bahan bata merah. Pintu gerbang tersebut masih di sebut-sebut Jonathan Rigg dalam kunjungannya ke candi Penataran pada tahun 1848. Dengan melalui bekas pintu gerbang ini sampailah kita ke bagian terdepan halaman A. Disini masih dapat disaksikan sekitar 6 buah bekas bangunan yang hanya tinggal pondasinya saja itu terbuat dari bahan batu bata merah. Melihat banyaknya umpak - umpak batu yang tersisa di sini dapat diduga bahwa dahulu terdapat bangunan - bangunan yang menggunakan tiang kayu seperti yang dapat kita jumpai di Bali. Berapa banyak bangunan yang menggunakan tiang - tiang kayu belum dapat diketahui dengan pasti. Bangunan -bangunan penting yang terletak di halaman A adalah sebuah bangunan yang berbentuk persegi panjang yang disebut dengan nama “Bale Agung”, kemudian bangunan bekas tempat pendeta yang hanya tinggal tatanan umpak-umpak saja, sebuah bangunan berbentuk persegi empat dalam ukuran yang lebih kecil dari bangunan bale agung yang di sebut dengan nama “pendopo teras” atau “batur pendopo” dan bangunan yang berupa candi kecil berangka tahun yang di sebut candi Angka tahun. Bangunan - bangunan tersebut seluruhnya terbuat dari batu andesit.
    Menurut halaman B juga melewati sisa-sisa bekas pintu gerbang yang bagian depannya di jaga oleh dua buah arca dwarapala dalam ukuran yang lebih kecil. Kedua arca dwarapala ini pada lapik arca nya juga terpahat angka tahun, tertulis tahun 1214 Saka atau 1319 Masehi. Peristiwa apa yang dikaitkan dengan angkat tahun ini belum diketahui. Di Halaman B masih dapat di saksikan sekitar 7 buah bekas bangunan, ada bangunan yang terbuat dari bahan bata merah dan ada juga bangunan yang terbuat dari bahan batu andesit. Dari ketujuh buah bekas bangunan tersebut enam buah diantaranya sudah tidak dapat dikenali lagi bentuknya. Satu satunya bangunan yang cukup di kenal adalah Candi Naga, di sebut demikian karena sekeliling tubuh bangunan tersebut di lilit ular Naga. Bangunan Candi Naga seluruhnya terbuat dari batu andesit.
    Halaman terakhir adalah halaman C, di situ juga terdapat bekas pintu gerbang yang bagian depannya di jaga oleh dua buah arca dwarapala. Ada sekitar 9 buah bekas bangunan, dua buah yang sudah dapat dikenali adalah bangunan candi induk, tujuh bangunan yang lain sementara ini belum terungkapkan.
    Disebelah selatan bangunan candi masih berdiri tegak sebuah batu prasasti atau batu bertulis. Melihat besarnya ukuran batu prasasti ini para ahli menduga batu tersebut masih berada di tempat aslinya. Prasasti menggunakan huruf jawa kuno bertahun 1119 Saka atau 1197 Masehi di keluarkan oleh Raja Srengga dari kerajaan Kediri. Karena isinya antara lain menyebutkan tentang peresmian sebuah perdikan untuk kepentingan Sira Paduka Batara Palah maka para Arkeolog berpendapat bahwa yang dimaksud Palah tentunya tidak lain adalah Penataran. Andaikata dapat dibenarkan bahwa Palah adalah Candi Penataran sekarang maka usia pembangunan komplek percandian Penataran memakan waktu sekurang-kurangnya 250 tahun, di bangun dari 1197 Masehi pada jaman kerajaan Kediri sampai tahun 1454 pada jaman kerajaan Majapahit. Hampir semua bangunan yang dapat kita saksikan sekarang berasal dari masa pemerintahan raja-raja Majapahit. Barangkali bangunan-bangunan yang lebih tua (dari jaman Kediri) telah lama runtuh. Masih ada dua bangunan lain yang letaknya di luar komplek percandian tentunya masih ada hubungannya dengan komplek percandian Penataran secara keseluruhan. Bangunan tersebut berupa sebuah kolam berangka tahun 1337 Saka atau 1415 Masehi yang terletak di sebelah tenggara dan sebuah kolam lagi (Petirtaan) dalam ukuran yang agak besar terletak kira-kira 200 m ke arah timur laut komplek percandian.
    Bale Agung
    Lokasi bangunan terletak di bagian barat laut halaman A, posisinya sedikit menjorok ke depan. Bangunan seluruhnya terbuat dari batu dindingnya masih dalam keadan Polos. Pada dinding sisi selatan dan sisi utara terdapat tangga masuk yang berupa undak-undakan sehingga membagi dinding sisi utara maupun sisi selatan menjadi dua bagian. Begitu pula pada dinding sisi timur ini menjadi tiga bagian. Sekeliling tubuh bangunan bale agung dililiti oleh ular atau naga, kepala ular tersembul pada bagian sudut bangunan. Di sebelah kiri dan kanan masing-masing tangga naik terdapat arca penjaga yang berupa arca mahakala. Arca-arca Mahakala yang teletak di sebelah kiri dan kanan tangga masuk dinding sisi timur nampaknya tidak lengkap lagi. Bangunan Bale Agung berukuran panjang 37 meter, lebar 18,84 meter dan tinggi 1,44 meter. Sejumlah umpak batu yang berada di lantai atas diperkirakan dahulu sebagai penumpu tiang-tiang kayu untuk keperluan atap bangunan. Fungsi bangunan Bale Agung menurut N.J Krom seperti juga di Bali dipergunakan untuk tempat musyawarah para pendeta atau Pedanda.
    Pendopo Teras
    Juga di sebut Batur Pendopo, lokasi bangunan berada di sebelah tenggara bangunan Bale Agung. Berbeda dengan bangunan Bale Agung yang polos bangunan pendopo teras ini dindingnya dikelilingi oleh relief-relief cerita. Pada dinding sisi barat terdapat dua buah tangga naik yang berupa undak-undakan, tangga ini tidak berlanjut di dinding bagian utara. Pada masing-masing sudut tangga masuk di sebelah kiri dan kanan pipi tangga terdapat arca raksasa kecil bersayap dengan lutut di tekuk pada satu kakinya dan salah satu tangannya memegang Gada Pipi tangga yang pada bagian yang berbentuk ukel besar berhias umpal yang indah. Bangunan pendopo teras berangka tahun 1297 Saka atau 1375 Masehi. Letak pahatan angka tahun ini agak sulit mencarinya karena berbaur dengan hiasan yang berupa sulur daun-daunan, lokasi berada di pelipit bagian atas dinding sisi timur, seperti pada bangunan bale agung, sekeliling tubuh bangunan pendopo teras juga dililiti ular yang ekornya saling berbelitan, kepalanya tersembul diatas di antara pilar-pilar bangunan. Kepala ular sedikit mendongak ke atas, memakai kalung dan berjambul.
    Bangunan tersebut seluruhnya dari batu, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang 29,05 meter, lebar 9,22 meter dan tinggi 1,5 meter. Diduga bangunan pendopo teras ini berfungsi sebagain tempat untuk menaruh sesaji dalam rangka upacara keagamaan.
    Candi Angka Tahun
    Disebut demikian karena di atas ambang pintu masuk bangunan terdapat angka tahun: 1291 Saka (=1369 Masehi). Lokasi bangunan berada di sebelah timur bangunan pendopo teras dalam jarak sekitar 20 m. Di kalangan masyarakat lebih di kenal dengan nama Candi Browijoyo karena model bangunan ini dipergunakan sebagai lambang kodam V Brawijaya. Kadang-kadang ada yang menyebut Candi Ganesa karena di dalam bilik candinya terdapat sebuah arca ganesa. Pintu masuk candi terletak di bagian barat, pipi tangganya berakhir pada bentuk ukel besar (voluta) dengan hiasan tumpal yang berupa bunga-bungaan dalam susunan segitiga sama kaki. Candi Angka Tahun seperti umumnya bangunan-bangunan candi lain terdiri dari bagian - bagian yang disebut: Kaki candi yaitu bagian candi yang bawah, kemudian tubuh candi dimana terdapat bilik atau kamar candi (gerbagerha) dan kemudian mahkota bangunan yang berbentuk kubus. Pada bagian mahkota nampak hiasan yang meriah. Pada masing-masing dinding tubuh candi terdapat relung-relung atau ceruk yang berupa pintu semu yang dibagian atasnya terdapat kepala makhluk yang bentuknya menakutkan. Kepala makhluk seperti ini disebut kepala kalayang di Jawa Timur sering disebut banaspati yang berarti raja hutan yang bisa berupa singa atau harimau. Penempatan kepala kala diatas relung candi dimaksudkan untuk menakut-nakuti roh jahat agar tidak berani masuk ke komplek percandian. Bangunan candi Angka Tahun cukup terkenal seakan-akan bangunan inilah yang mewakili komplek percandian Panataran. Di bagian atas bilik candi pada batu penutup sungkup terdapat relief “Surya Majapahit” yakni lingkaran yang dikelilingi oleh pancaran sinar yang berupa garis-garis lurus dalam susunan beberapa buah segitiga sama kaki. Relief Surya Majapahit juga ditemukan di beberapa candi yang lain di Jawa Timur ini dalam variasi yang sedikit berbeda.
    Candi Naga
    Berbeda dengan bangunan-bangunan yang telah diterangkan di atas, Candi Naga berada di halaman B. Bangunan terbuat seluruhnya dari batu dengan ukuran lebar 4,83 meter, panjang 6,57 meter dan tinggi 4,70 meter. Seperti Candi Angka Tahun pintu masuk bilik candi terletak di bagian barat dengan pipi tangga berhiasan tumpal. Fisik bangunan hanya tinggal bagian yang disebut kaki dan tubuh candi, bagian atapnya yang kemudian dibuat dari bahan yang tidak tahan lama telah runtuh. Bangunan yang kita saksikan pada saat ini adalah hasil pemugaran tahun 1917 - 1918. Disebut Candi Naga karena sekeliling tubuh candi dililit naga dan figur-figur atau tokoh-tokoh seperti raja sebanyak sembilan buah masing-masing berada di sudut-sudut bangunan bagian tengah ketiga dinding dan disebelah kiri dan kanan pintu masuk. Kesembilan tokoh ini digambarkan dalam pakaian mewah dengan prabha di bagian belakangnya, salah satu tangannya memegang genta (bel upacara) sedang tangan yang lain mendukung tubuh naga yang melingkar bagian atas bangunan.
    Kesembilan tokoh tersebut dalam keadaan berdiri dan menjadi pilaster bangunan. Pada masing-masing dinding tubuh candi masih dihias dengan model-model bulatan yang disebut dengan “Motif Medallion”. Di dalam bulatan terdapat relief yang menggambarkan kombinasi antara daun-daunan atau bunga-bungaan dengan berbagai jenis biantang atau burung. Di antara motif-motif medallion terdapat relief cerita binatang dalam ukuran yang lebih kecil, sayang cerita yang digambarkan dalam relief-relief ini belum dapat diungkapkan. Menurut orang-orang Bali yang pernah mengunjungi komplek percandian Panataran fungsi Candi Naga adalah sama dengan Pura Kehen di Bali sebagai tempat untuk menyimpan milik dewa-dewa. Pura Kehen itu terletak di daerah Bangli, usianya belum terlalu tua di dalamnya terdapat arca-arca yang diduga berasal dari abad XIV. Jadi yang tua adalah koleksi-koleksinya bukan bangunannya. Barangkali lebih tepat kalau Candi Naga dibandingkan dengan Pura Taman Sari yang terletak di Kabupaten Klungkung. Pura yang ditemukan tahun 1975 ini menunjukkan pertalian yang dekat dengan kerajaan Majapahit. Pura ini kecuali berfungsi sebagai pemujaan kerajaan Klungkung juga dipergunakan sebagai tempat pemasupatian (pemberian kesaktian) senjata-senjata pusaka yang dibawa dari kerajaan Majapahit. Apabila perbandingan ini dapat dibenarkan maka fungsi Candi Naga bukan hanya untuk menyimpan benda-benda upacara milik para dewa tetapi lebih tepat kalau untuk pemasupatihan benda-benda milik kerajaan Majapahit. Untuk keperluan pemasupatihan tidak perlu dibawa ke Bali.

    Candi Induk
    Bangunan Candi Induk sebagaimana telah diuraikan dimuka adalah satu-satunya bangunan candi yang paling besar diantara bangunan-bangunan kekunaan yang terdapat di halaman komplek percandian.
    Image
    Bangunan Utama Candi
    Lokasi bangunan terletak dibagian yang paling belakang yakni bagian yang dianggap suci. Bangunan Candi Induk terdiri dari tiga teras bersusun dengan tinggi seluruhnya 7,19 meter. Teras pertama berbentuk empat persegi dengan diameter 30,06 meter untuk arah timur barat. Pada keempat sisinya kira-kira di bagian tengah masing-masing dinding terdapat bagian yang menjorok keluar sekitar 3 meteran. Pada teras pertama dinding sisi barat terdapat dua buah tangga naik yang berupa undak-undakan.
    Teras kedua bentuknya berbeda dengan teras pertama bagian-bagian yang menjorok bukan ke luar tetapi ke dalam untuk ukuran yang lebih kecil. Adanya perbedaan ukuran antara teras pertama dan teras kedua menyebabkan terjadinya halaman kosong di lantai teras pertama sehingga orang dapat berjalan-jalan mengelilingi bangunan sambil menyaksikan adegan-adegan yang digambarkan dalam relief. Tempat kosong ini namanya selasar. Pada teras kedua terdapat sebuah tangga naik yang letaknya hampir di tengah-tengah dinding, tangga naik bersambung dengan tangga yang berada di teras ketiga.
    Teras ketiga bentuknya hampir bujur sangkar, dinding-dindingnya berpahatkan arca singa bersayap dan naga bersayap. Naga bersayap kepalanya sedikit mendongak ke depan sedangkan singa bersayap kaki belakangnya dakam posisi berjongkok dan kaki depannya diangkat keatas. Pahatan-pahatan pada dinding teras ketiga selain untuk mengisi bidang yang kosong juga menjadi pilaster bangunan. Yang menarik dari lantai teras ketiga ini adalah sewaktu diadakan pembukaan lantai dalam rangka pemugaran ternyata bagian tengah lantai teras terbuat dari bata merah. Nampak jelas denah bangunan yang berbentuk persegi empat dengan bagian-bagian yang menjorok ke depan. Berdasarkan data-data tersebut timbul dugaan bahwa bangunan asli Candi Penataran dibuat dari batu merah. Dalam kurun waktu berikutnya diperluas dengan menutupinya memakai batu andesit. Perluasan itu terjadi pada jaman Majapahit. Apakah bangunan yang lama yang dibuat dari bahan bata merah ini yang dimaksudkan dalam prasasti Palah kiranya perlu penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang.
    Dengan sampainya di lantai teras ketiga candi induk sampailah kita pada dasar kaki candi. Disinilah seharusnya berdiri tubuh candi. Sebagian dari tubuh candi induk ini telah di susun dalam susunan percobaan di lapangan percandian. Karena bagian-bagian percandian belum dapat di temukan semuanya maka sampai saat ini bangunan tubuh candi induk belumdapat diselesaikan.
    Pada masing-masing sisi kedua tangga naik ke teras pertama terdapat arca dwarapala, pada alas arca terdapat tahun angka 1269 Saka atau 1347 Masehi. Di bagian arca dwaraphala ini terdapat relief cerita, relief-relief cerita juga terdapat pada dindingdinding teras pertama dan kedua bangunan candi induk yang nanti akan diceritakan tersendiri.

    CANDI PENATARAN

    Candi Penataran PDF Print E-mail
    Ditulis oleh zuhair aviv
    Sunday, 21 September 2008
    Image
    Senja di Penataran
    Candi Panataran adalah sebuah candi berlatar belakang Hindu (Siwaitis) yang mulai dibangun dari kerajaan Kadiri dan dipergunakan sampai dengan kerajaan Majapahit. Candi Penataran terdiri atas beberapa gugusan sehingga lebih tepat kalau disebut komplek percandian yang melambangkan penataan pemerintahan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa Timur dan Kompleks candi ini merupakan yang terbesar di Jawa Timur. Candi Penataran terdaftar dalam laporan Dinas Purbakala tahun 1914 - 1915 nomor 2045 dan catatan Verbeek nomor 563
    A. LOKASI
    Lokasi bangunan terletak di lereng barat daya Gunung Kelud pada ketinggian 450 m dpl (di atas permukaan air laut), di suatu desa yang juga bernama Panataran, kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Untuk sampai di lokasi percandian dapat di tempuh dari pusat kota Blitar ke arah utara yaitu kearah jurusan Makam Proklamator Bung Karno. Jarak dari kota sampai lokasi diperkirakan 12 km, jalan mulus beraspal dan dapat ditempuh dengan berbagai jenis kendaraan. Setelah perjalanan mencapai 10 km dari kota Blitar, maka sampailah di pasar Nglegok, kemudian terus sampai pasar desa Panataran. Dari sini jalan bercabang dua, yaitu belok ke kanan menuju desa Modangan sedangkan yang belok kekiri (ke arah barat) menuju ke lokasi percandian jaraknya tinggal sekitar 300 m.
    B. SUSUNAN UMUM KOMPLEK PERCANDIAN
    Secara garis besarnya susunan umum komplek Candi Penataran menempati areal tanah seluas 12.946 m2 dengan bangunan candi berjajar dari barat laut ke timur kemudian berlanjut ke bagian tenggara. Seluruh halaman komplek percandian kecuali halaman yang berada di bagian tenggara di bagi-bagi (disekat) oleh dua jalur dinding yang melintang dari arah utara ke selatan sehingga membagi halaman komplek percandian menjadi tiga bagian yaitu halaman A untuk halaman I, halaman B untuk halaman II, dan halaman C untuk halaman III. Pembagian halaman komplek percandian menjadi tiga bagian adalah berakar pada kepercayaan lama nenek moyang kita. Sebagian dapat diamati oleh peta situasi, halaman B masih di bagi lagi oleh dinding yang membujur arah timur - barat sehingga membagi halaman B menjadi dua bagian. Apakah halaman B ini dahulu tertutup oleh tembok keliling belum di ketahui dengan pasti sebab kini yang tinggal hanya pondasi - pondasinya saja. Begitu juga tembok keliling komplek percandian sudah sejak lama runtuh, yang nampak sekarang adalah bagian pagar tanaman hidup yang berfungsi sebagai batas pagar keliling. Tembok keliling dan dinding penyekat terbuat dari bahan bata merah, sehingga karena perjalanan waktu yang cukup lama menyebabkan keruntuhannya.
    Susunan komplek percandian Penataran memang menarik karena letak bangunan yang satu dengan yang lain berhadap-hadapan terus ke belakang yang sepintas kelihatannya agak membingungkan. Susunan bangunan mirip dengan susunan bangunan pura yang ada di Bali. Dalam susunan seperti ini di bagian halaman yang terletak paling belakang adalah yang paling suci karena di sini terdapat bangunan pusatnya atau bangunan induknya. Juga di Bali tempat bagi dewa - dewa berada di bagian candi yang paling belakang yakni bagian yang paling dekat dengan gunung. Di Jawa Timur perwujudan dalam bentuk bangunan berupa bangunan candi yang berteras-teras dengan susunan makin ke atas makin kecil yang di sebut punden berundak. Pintu masuk ke halaman komplek percandian yang sementara ini juga berfungsi sebagai pintu keluar terletak di bagian barat. Dengan menuruni tangga masuk yang berupa undak-undakan (tangga) sampailah kita di ruang tunggu tempat pengunjung mendaftarkan diri sebelum masuk halaman komplek percandian.  Disini terdapat dua buah arca penjaga pintu (Dwaraphala) yang di kalangan masyarakat Blitar di kenal dengan sebutan “Mbah Bodo” yang menarik dari kedua arca penjaga ini bukan karena ukurannya yang besar dan wajahnya yang menakutkan (daemonis) tetapi pahatan angka tahun tertulis dalam huruf Jawa Kuno: tahun 1242 Saka atau kalau di jadikan mesehi (ditambah 78 Tahun) menjadi 1320 Masehi
    Image
    Dwaraphala (Mbah Bodo)
    Berdasarkan pahatan angka tahun yang terdapat pada kedua lapik arca penjaga tersebut para Arkeolog berpendapat bahwa bangunan suci Pala (nama lain untuk candi penataran) di resmikan menjadi kuil negara (state temple) baru pada jaman Raja Jayanegara dari Majapahit yang memerintah pada tahun 1309 - 1328 AD. Di sebelah timur kedua arca penjaga di tempat yang tanahnya agak tinggi terdapat sisa-sisa pintu gerbang dari bahan bata merah. Pintu gerbang tersebut masih di sebut-sebut Jonathan Rigg dalam kunjungannya ke candi Penataran pada tahun 1848. Dengan melalui bekas pintu gerbang ini sampailah kita ke bagian terdepan halaman A. Disini masih dapat disaksikan sekitar 6 buah bekas bangunan yang hanya tinggal pondasinya saja itu terbuat dari bahan batu bata merah. Melihat banyaknya umpak - umpak batu yang tersisa di sini dapat diduga bahwa dahulu terdapat bangunan - bangunan yang menggunakan tiang kayu seperti yang dapat kita jumpai di Bali. Berapa banyak bangunan yang menggunakan tiang - tiang kayu belum dapat diketahui dengan pasti. Bangunan -bangunan penting yang terletak di halaman A adalah sebuah bangunan yang berbentuk persegi panjang yang disebut dengan nama “Bale Agung”, kemudian bangunan bekas tempat pendeta yang hanya tinggal tatanan umpak-umpak saja, sebuah bangunan berbentuk persegi empat dalam ukuran yang lebih kecil dari bangunan bale agung yang di sebut dengan nama “pendopo teras” atau “batur pendopo” dan bangunan yang berupa candi kecil berangka tahun yang di sebut candi Angka tahun. Bangunan - bangunan tersebut seluruhnya terbuat dari batu andesit.
    Menurut halaman B juga melewati sisa-sisa bekas pintu gerbang yang bagian depannya di jaga oleh dua buah arca dwarapala dalam ukuran yang lebih kecil. Kedua arca dwarapala ini pada lapik arca nya juga terpahat angka tahun, tertulis tahun 1214 Saka atau 1319 Masehi. Peristiwa apa yang dikaitkan dengan angkat tahun ini belum diketahui. Di Halaman B masih dapat di saksikan sekitar 7 buah bekas bangunan, ada bangunan yang terbuat dari bahan bata merah dan ada juga bangunan yang terbuat dari bahan batu andesit. Dari ketujuh buah bekas bangunan tersebut enam buah diantaranya sudah tidak dapat dikenali lagi bentuknya. Satu satunya bangunan yang cukup di kenal adalah Candi Naga, di sebut demikian karena sekeliling tubuh bangunan tersebut di lilit ular Naga. Bangunan Candi Naga seluruhnya terbuat dari batu andesit.
    Halaman terakhir adalah halaman C, di situ juga terdapat bekas pintu gerbang yang bagian depannya di jaga oleh dua buah arca dwarapala. Ada sekitar 9 buah bekas bangunan, dua buah yang sudah dapat dikenali adalah bangunan candi induk, tujuh bangunan yang lain sementara ini belum terungkapkan.
    Disebelah selatan bangunan candi masih berdiri tegak sebuah batu prasasti atau batu bertulis. Melihat besarnya ukuran batu prasasti ini para ahli menduga batu tersebut masih berada di tempat aslinya. Prasasti menggunakan huruf jawa kuno bertahun 1119 Saka atau 1197 Masehi di keluarkan oleh Raja Srengga dari kerajaan Kediri. Karena isinya antara lain menyebutkan tentang peresmian sebuah perdikan untuk kepentingan Sira Paduka Batara Palah maka para Arkeolog berpendapat bahwa yang dimaksud Palah tentunya tidak lain adalah Penataran. Andaikata dapat dibenarkan bahwa Palah adalah Candi Penataran sekarang maka usia pembangunan komplek percandian Penataran memakan waktu sekurang-kurangnya 250 tahun, di bangun dari 1197 Masehi pada jaman kerajaan Kediri sampai tahun 1454 pada jaman kerajaan Majapahit. Hampir semua bangunan yang dapat kita saksikan sekarang berasal dari masa pemerintahan raja-raja Majapahit. Barangkali bangunan-bangunan yang lebih tua (dari jaman Kediri) telah lama runtuh. Masih ada dua bangunan lain yang letaknya di luar komplek percandian tentunya masih ada hubungannya dengan komplek percandian Penataran secara keseluruhan. Bangunan tersebut berupa sebuah kolam berangka tahun 1337 Saka atau 1415 Masehi yang terletak di sebelah tenggara dan sebuah kolam lagi (Petirtaan) dalam ukuran yang agak besar terletak kira-kira 200 m ke arah timur laut komplek percandian.
    Bale Agung
    Lokasi bangunan terletak di bagian barat laut halaman A, posisinya sedikit menjorok ke depan. Bangunan seluruhnya terbuat dari batu dindingnya masih dalam keadan Polos. Pada dinding sisi selatan dan sisi utara terdapat tangga masuk yang berupa undak-undakan sehingga membagi dinding sisi utara maupun sisi selatan menjadi dua bagian. Begitu pula pada dinding sisi timur ini menjadi tiga bagian. Sekeliling tubuh bangunan bale agung dililiti oleh ular atau naga, kepala ular tersembul pada bagian sudut bangunan. Di sebelah kiri dan kanan masing-masing tangga naik terdapat arca penjaga yang berupa arca mahakala. Arca-arca Mahakala yang teletak di sebelah kiri dan kanan tangga masuk dinding sisi timur nampaknya tidak lengkap lagi. Bangunan Bale Agung berukuran panjang 37 meter, lebar 18,84 meter dan tinggi 1,44 meter. Sejumlah umpak batu yang berada di lantai atas diperkirakan dahulu sebagai penumpu tiang-tiang kayu untuk keperluan atap bangunan. Fungsi bangunan Bale Agung menurut N.J Krom seperti juga di Bali dipergunakan untuk tempat musyawarah para pendeta atau Pedanda.
    Pendopo Teras
    Juga di sebut Batur Pendopo, lokasi bangunan berada di sebelah tenggara bangunan Bale Agung. Berbeda dengan bangunan Bale Agung yang polos bangunan pendopo teras ini dindingnya dikelilingi oleh relief-relief cerita. Pada dinding sisi barat terdapat dua buah tangga naik yang berupa undak-undakan, tangga ini tidak berlanjut di dinding bagian utara. Pada masing-masing sudut tangga masuk di sebelah kiri dan kanan pipi tangga terdapat arca raksasa kecil bersayap dengan lutut di tekuk pada satu kakinya dan salah satu tangannya memegang Gada Pipi tangga yang pada bagian yang berbentuk ukel besar berhias umpal yang indah. Bangunan pendopo teras berangka tahun 1297 Saka atau 1375 Masehi. Letak pahatan angka tahun ini agak sulit mencarinya karena berbaur dengan hiasan yang berupa sulur daun-daunan, lokasi berada di pelipit bagian atas dinding sisi timur, seperti pada bangunan bale agung, sekeliling tubuh bangunan pendopo teras juga dililiti ular yang ekornya saling berbelitan, kepalanya tersembul diatas di antara pilar-pilar bangunan. Kepala ular sedikit mendongak ke atas, memakai kalung dan berjambul.
    Bangunan tersebut seluruhnya dari batu, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang 29,05 meter, lebar 9,22 meter dan tinggi 1,5 meter. Diduga bangunan pendopo teras ini berfungsi sebagain tempat untuk menaruh sesaji dalam rangka upacara keagamaan.
    Candi Angka Tahun
    Disebut demikian karena di atas ambang pintu masuk bangunan terdapat angka tahun: 1291 Saka (=1369 Masehi). Lokasi bangunan berada di sebelah timur bangunan pendopo teras dalam jarak sekitar 20 m. Di kalangan masyarakat lebih di kenal dengan nama Candi Browijoyo karena model bangunan ini dipergunakan sebagai lambang kodam V Brawijaya. Kadang-kadang ada yang menyebut Candi Ganesa karena di dalam bilik candinya terdapat sebuah arca ganesa. Pintu masuk candi terletak di bagian barat, pipi tangganya berakhir pada bentuk ukel besar (voluta) dengan hiasan tumpal yang berupa bunga-bungaan dalam susunan segitiga sama kaki. Candi Angka Tahun seperti umumnya bangunan-bangunan candi lain terdiri dari bagian - bagian yang disebut: Kaki candi yaitu bagian candi yang bawah, kemudian tubuh candi dimana terdapat bilik atau kamar candi (gerbagerha) dan kemudian mahkota bangunan yang berbentuk kubus. Pada bagian mahkota nampak hiasan yang meriah. Pada masing-masing dinding tubuh candi terdapat relung-relung atau ceruk yang berupa pintu semu yang dibagian atasnya terdapat kepala makhluk yang bentuknya menakutkan. Kepala makhluk seperti ini disebut kepala kalayang di Jawa Timur sering disebut banaspati yang berarti raja hutan yang bisa berupa singa atau harimau. Penempatan kepala kala diatas relung candi dimaksudkan untuk menakut-nakuti roh jahat agar tidak berani masuk ke komplek percandian. Bangunan candi Angka Tahun cukup terkenal seakan-akan bangunan inilah yang mewakili komplek percandian Panataran. Di bagian atas bilik candi pada batu penutup sungkup terdapat relief “Surya Majapahit” yakni lingkaran yang dikelilingi oleh pancaran sinar yang berupa garis-garis lurus dalam susunan beberapa buah segitiga sama kaki. Relief Surya Majapahit juga ditemukan di beberapa candi yang lain di Jawa Timur ini dalam variasi yang sedikit berbeda.
    Candi Naga
    Berbeda dengan bangunan-bangunan yang telah diterangkan di atas, Candi Naga berada di halaman B. Bangunan terbuat seluruhnya dari batu dengan ukuran lebar 4,83 meter, panjang 6,57 meter dan tinggi 4,70 meter. Seperti Candi Angka Tahun pintu masuk bilik candi terletak di bagian barat dengan pipi tangga berhiasan tumpal. Fisik bangunan hanya tinggal bagian yang disebut kaki dan tubuh candi, bagian atapnya yang kemudian dibuat dari bahan yang tidak tahan lama telah runtuh. Bangunan yang kita saksikan pada saat ini adalah hasil pemugaran tahun 1917 - 1918. Disebut Candi Naga karena sekeliling tubuh candi dililit naga dan figur-figur atau tokoh-tokoh seperti raja sebanyak sembilan buah masing-masing berada di sudut-sudut bangunan bagian tengah ketiga dinding dan disebelah kiri dan kanan pintu masuk. Kesembilan tokoh ini digambarkan dalam pakaian mewah dengan prabha di bagian belakangnya, salah satu tangannya memegang genta (bel upacara) sedang tangan yang lain mendukung tubuh naga yang melingkar bagian atas bangunan.
    Kesembilan tokoh tersebut dalam keadaan berdiri dan menjadi pilaster bangunan. Pada masing-masing dinding tubuh candi masih dihias dengan model-model bulatan yang disebut dengan “Motif Medallion”. Di dalam bulatan terdapat relief yang menggambarkan kombinasi antara daun-daunan atau bunga-bungaan dengan berbagai jenis biantang atau burung. Di antara motif-motif medallion terdapat relief cerita binatang dalam ukuran yang lebih kecil, sayang cerita yang digambarkan dalam relief-relief ini belum dapat diungkapkan. Menurut orang-orang Bali yang pernah mengunjungi komplek percandian Panataran fungsi Candi Naga adalah sama dengan Pura Kehen di Bali sebagai tempat untuk menyimpan milik dewa-dewa. Pura Kehen itu terletak di daerah Bangli, usianya belum terlalu tua di dalamnya terdapat arca-arca yang diduga berasal dari abad XIV. Jadi yang tua adalah koleksi-koleksinya bukan bangunannya. Barangkali lebih tepat kalau Candi Naga dibandingkan dengan Pura Taman Sari yang terletak di Kabupaten Klungkung. Pura yang ditemukan tahun 1975 ini menunjukkan pertalian yang dekat dengan kerajaan Majapahit. Pura ini kecuali berfungsi sebagai pemujaan kerajaan Klungkung juga dipergunakan sebagai tempat pemasupatian (pemberian kesaktian) senjata-senjata pusaka yang dibawa dari kerajaan Majapahit. Apabila perbandingan ini dapat dibenarkan maka fungsi Candi Naga bukan hanya untuk menyimpan benda-benda upacara milik para dewa tetapi lebih tepat kalau untuk pemasupatihan benda-benda milik kerajaan Majapahit. Untuk keperluan pemasupatihan tidak perlu dibawa ke Bali.

    Candi Induk
    Bangunan Candi Induk sebagaimana telah diuraikan dimuka adalah satu-satunya bangunan candi yang paling besar diantara bangunan-bangunan kekunaan yang terdapat di halaman komplek percandian.
    Image
    Bangunan Utama Candi
    Lokasi bangunan terletak dibagian yang paling belakang yakni bagian yang dianggap suci. Bangunan Candi Induk terdiri dari tiga teras bersusun dengan tinggi seluruhnya 7,19 meter. Teras pertama berbentuk empat persegi dengan diameter 30,06 meter untuk arah timur barat. Pada keempat sisinya kira-kira di bagian tengah masing-masing dinding terdapat bagian yang menjorok keluar sekitar 3 meteran. Pada teras pertama dinding sisi barat terdapat dua buah tangga naik yang berupa undak-undakan.
    Teras kedua bentuknya berbeda dengan teras pertama bagian-bagian yang menjorok bukan ke luar tetapi ke dalam untuk ukuran yang lebih kecil. Adanya perbedaan ukuran antara teras pertama dan teras kedua menyebabkan terjadinya halaman kosong di lantai teras pertama sehingga orang dapat berjalan-jalan mengelilingi bangunan sambil menyaksikan adegan-adegan yang digambarkan dalam relief. Tempat kosong ini namanya selasar. Pada teras kedua terdapat sebuah tangga naik yang letaknya hampir di tengah-tengah dinding, tangga naik bersambung dengan tangga yang berada di teras ketiga.
    Teras ketiga bentuknya hampir bujur sangkar, dinding-dindingnya berpahatkan arca singa bersayap dan naga bersayap. Naga bersayap kepalanya sedikit mendongak ke depan sedangkan singa bersayap kaki belakangnya dakam posisi berjongkok dan kaki depannya diangkat keatas. Pahatan-pahatan pada dinding teras ketiga selain untuk mengisi bidang yang kosong juga menjadi pilaster bangunan. Yang menarik dari lantai teras ketiga ini adalah sewaktu diadakan pembukaan lantai dalam rangka pemugaran ternyata bagian tengah lantai teras terbuat dari bata merah. Nampak jelas denah bangunan yang berbentuk persegi empat dengan bagian-bagian yang menjorok ke depan. Berdasarkan data-data tersebut timbul dugaan bahwa bangunan asli Candi Penataran dibuat dari batu merah. Dalam kurun waktu berikutnya diperluas dengan menutupinya memakai batu andesit. Perluasan itu terjadi pada jaman Majapahit. Apakah bangunan yang lama yang dibuat dari bahan bata merah ini yang dimaksudkan dalam prasasti Palah kiranya perlu penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang.
    Dengan sampainya di lantai teras ketiga candi induk sampailah kita pada dasar kaki candi. Disinilah seharusnya berdiri tubuh candi. Sebagian dari tubuh candi induk ini telah di susun dalam susunan percobaan di lapangan percandian. Karena bagian-bagian percandian belum dapat di temukan semuanya maka sampai saat ini bangunan tubuh candi induk belumdapat diselesaikan.
    Pada masing-masing sisi kedua tangga naik ke teras pertama terdapat arca dwarapala, pada alas arca terdapat tahun angka 1269 Saka atau 1347 Masehi. Di bagian arca dwaraphala ini terdapat relief cerita, relief-relief cerita juga terdapat pada dindingdinding teras pertama dan kedua bangunan candi induk yang nanti akan diceritakan tersendiri.
    LAMBANG KONSUL
     candi penataran  dijadikan lambang kosulat blitar sejak mulai berdirinyakonsulat ini /mboh tahun piro hehehehe/
    dan juga karena candi angka tahun juga menjadi lambang BRAWIJAYA 
    makanya sul ..............................................................................................
    WE ARE NOT FRIEND BUT WE ARE BROTHER
    @#$!@#%^^&*%$##%%^$###$%^^^^%$##$^_^